Rabu, 24 Juni 2009

PENGHARGAAN OSHO


PENGHARGAAN OSHO
ATAS MENINGGALNYA MISTIKUS J.KRISHNAMURTI


Penanya:
"J. Krishnamurti telah meninggal pada hari Senin, Di Ojai, California. Di masa lalu telah anda menyatakan beliau adalah salah satu manusia yang tercerahkan. Bagaimana komentar anda atas kematian beliau?"
Osho:
Kematian bagi jiwa yang tercerahkan seperti J.Krishnamurti tidak ada alasan apapun untuk bersedih, malahan kematiannya sesuatu yang pantas untuk dirayakan dengan lagu-lagu dan tari-tarian. Hal ini suatu momen kegembiraan.
Kematiannya bukanlah suatu kematian. Karena Ia mengetahui keabadiannya. kematiannya hanyalah kematian dari tubuh.Tetapi J.Krishnamurti akan terus abadi dalam kesemestaan Kesadaran, selamanya dan selamanya.





Tiga hari sebelum meninggalnya, J.Krishnamurti, salah seorang temanku berada bersamanya; dan ia mengatakan kepada saya perkataan Krishnamurti kepadannya sangat aneh.
Krishnamurti sangat sedih dan ia hanya berkata satu hal: "Aku sudah menyia-nyiakan hidupku. Orang-orang sedang mendengarkanku seolah-olah aku adalah satu pertunjukan (hiburan)." Keberadaan seorang mistikus adalah suatu revolusi; ia bukanlah pertunjukan. Jika anda mendengar dia, jika anda mengizinkannya, jika anda membuka pintu-pintumu untuk kehadirannya, ia adalah api murni. Ia akan membakar semua sampah yang berada dalam diri anda, semua yang telah usang dalam diri anda, dan ia akan memurnikan anda ke dalam seorang manusia yang baru. Dan hal ini penuh resiko untuk mengizinkan api masuk ke dalam diri anda daripada mengizinkan untuk membuka pintu-pintu, anda akan segera menutup semua pintu.
Tetapi pertunjukan adalah sesuatu yang lain. Ia tidak mengubah anda. Ia tidak membuat anda lebih sadar; sebaliknya, ia membantu anda untuk tetap tak sadar selama dua, tiga jam, sehingga anda dapat melupakan semua kecemasan anda, perhatian-perhatian anda, kekhawatiran-kekahwatiran anda dapat hilang di dalam pertunjukan. Anda dapat mencatatnya: ketika manusia telah melintas; menyelusup berabad-abad, ia telah mengatur untuk menciptakan semakin banyak pertunjukan-pertunjukan, karena ia memerlukan semakin banyak hal-hal yang bersifat tak sadar. Ia takut untuk menjadi sadar, karena menjadi sadar adalah suatu metamarfosis (perubahan bentuk).
Saya lebih kaget dengan berita dibanding dengan kematian. Seorang manusia seperti J.Krishnamurti yang meninggal tidak ada ruang catatan untuk manusia yang telah mempersembahkan selama sembilan puluh tahun secara terus-menerus untuk membantu umat manusia untuk menjadi lebih cerdas, untuk menjadi lebih dewasa. Tidak ada orang yang telah bekerja dengan keras dengan demikian lama. Hanya berita kecil, yang tak diketahui jika suatu politikus bersin dan akhirnya menjadi headline berita."
Penanya;
Bagaimana hubungan anda dengan Krishnamurti?
Osho:
Hal ini merupakan sungguh suatu misteri. Saya telah mencintainya sejak saya mengenalnya, dan ia sangat mengasihiku. Tetapi kita belum pernah berjumpa; karenanya hubungan, ini adalah sesuatu yang luar biasa. Hubungan yang melampaui kata. Kita tidak pernah saling melihat satu sama lain tidak pernah sama sekali, tetapi mungkin kita berdua telah menjadi orang yang paling akrab; terdekat di dalam keseluruhan dunia. Kita mempunyai rasa mengasihi yang luar biasa tanpa memerlukan bahasa, tidak membutuhkan kehadiran secara fisik….
Anda menanyakan tentang hubunganku dengannya. Itu adalah koneksi yang mungkin terdalam yang tidak memerlukan kontak secara fisik, tidak memerlukan komunikasi melalui ilmu bahasa. Tidak hanya itu, sesekali saya biasa mengkritiknya, ia juga biasa mengkritik saya, dan kita menyukai kritik satu sama lain. Dengan mengetahui kesempurnaan satu sama yang lain sungguh tidak berarti . Sejak ia meninggal, saya kehilangan dia karena saya tidak dapat mengkritiknya lagi; jangan khawati segalanya akan berjalan baik. adalah suatu kegembiraan untuk mengkritik dia. Karena Ia adalah orang yang paling cerdas dalam abad ini, tetapi ia tidak pernah di pahami oleh orang-orang.
Ia sudah meninggal, dan kelihatannya dunia akan terus berjalan dengan tanpa menoleh sama sekali ke belakang untuk suatu momen tunggal untuk manusia paling cerdas sepanjang sejarah. Akan sulit untuk menemukan kembali orang yang memiliki ketajaman dan kecerdasan dalam berabad-abad ini. Tetapi orang-orang akan tetap berjalan kaki sambil tidur, mereka tidak mengambil banyak catatan. Di dalam surat kabar, hanya di dalam sudut-sudut kecil di mana tidak ada orang membaca, kematiannya diumumkan. Dan itu berarti ia selama sembilan puluh tahun usianya secara terus-menerus berbicara hampir tujuh puluh tahun, mengelilingi dunia, untuk berusaha membantu orang-orang untuk melepaskan pengkondisian , berusaha untuk membantu orang-orang untuk menjadi bebas , tidak ada orang yang membayarnya, tidak ada yang menganugerahkan penghargaan kepada orang yang sudah bekerja yang paling keras sepanjang sejarah untuk kebebasan manusia, untuk martabat manusia.
Saya tidak merasa kasihan atas kematiannya. kematiannya sungguh indah; ia telah mencapai semua hal tentang hidup dan ia mampu untuk memberi. Tetapi saya merasa kasihan pada keseluruhan dunia. Ia telah kehilangan penerbang kesadaran terbesar, yang telah berhasil mencapai puncak-puncak yang paling tinggi, dan telah berhasil mencapai bintang-bintang yang paling terang. Dan mereka semua (dunia) terlalu konsen terkait dengan hal-hal yang sepele.
Saya merasakan hubungan dekat yang mendalam dengan Krishnamurti dan bahkan untuk disebut koneksi tidaklah tepat; karena koneksi hanya mungkin antara dua hal yang terpisah. Saya merasa selalu manunggal dengan dia. Kendati semua kritiknya, kendati semua kritikku hanyalah untuk bercanda dengan yang tua, menggusarkan orang tua yang sangat mudah digusarkan….
Pengajaran Krishnamurti adalah sungguh indah, tetapi hanya terlalu serius. Dan pengalamanku dan Perasaanku mengatakan bahwa selama tujuh puluh tahun kepergiannya sebagai pemborosan karena ia terlalu serius. Hanya orang-orang sengsara dan jenis orang serius yang berkumpul di sekitar dia untuk berhadapan langsung secara lama; ia adalah suatu kolektor dari mayat-mayat, dan ketika ia menjadi lebih tua mayat-mayat itu juga menjadi lebih tua.
Saya mengetahui orang-orang yang mendengarkan dia hampir keseluruhan hidupnya hingga utuh; mereka adalah sama tuanya dengan dia sendiri. Mereka masih dalam keadaan hidup. Aku mengetahui satu wanita yang sembilan puluh lima, dan aku mengetahui banyak yang lainnya. Satu hal yang saya telah lihat dari semuanya, pada umumnya karena mereka terlalu serius.
Hidup memerlukan suatu humor kecil yang lucu, suatu lelucon yang kecil, suatu ketawa yang kecil.
Hanya pada titik itu Saya di dalam perselisihan paham yang absolut dengan dia; meskipun demikian, ia adalah seorang yang genius. Ia telah menembus sedalam-dalamnya ke dalam setiap dimensi kerohanian manusia, tetapi semua itu seperti padang pasir, melelahkan. Saya ingin anda kembali pada Taman Firdaus, Lugu murni (inosen), tidak serius, tetapi seperti permainan anak-anak kecil. Keseluruhan Keberadaan ini adalah suka melucu. Keseluruhan Keberadaan ini adalah penuh dengan lelucon; anda hanya memerlukan selera humor dan anda akan dikejutkan….
Keberadaan adalah kegembiraan. Segalanya adalah tarian dari suasana hati, anda harus di dalam suasana hati yang sama untuk memahaminya.
Saya tidak menyesal J.Krishnamurti telah meninggal; tidak ada sesuatu apapun yang belum ia capai. Saya Memaafkan pengajarannya yang tidak menjangkau hati manusia karena ia kering, tidak berair, tanpa adanya lelucon, tanpa ketawa.
Tetapi anda akan dikejutkan untuk mengetahui apapun yang telah ia katakan anda akan melawan terhadap agama-agama, melawan terhadap politik, melawan terhadap status quo pada suatu saat tertentu, melawan terhadap keseluruhan masa lampau, namun tidak ada orang yang menghukum dia untuk alasan yang sederhana karena ia tidak efektip. Tidak ada alasan untuk tidak memperhatikan dia….
Krishnamurti gagal karena ia tidak bisa menyentuh hati manusia; ia hanya bisa menjangkau kepala manusia. Hati memerlukan beberapa pendekatan yang berbeda. Di sinilah saya berbeda dengan dia dalam keseluruhan hidup saya: kecuali jika hati manusia dicapai, anda dapat terus mengulagi kata-kata seperti burung beo, kata-kata indah tidak berarti apapun. Apapun yang Krishnamurti katakan adalah benar, tetapi ia tidak bisa mengatur untuk dapat terhubung dengan hati anda. Dengan kata lain, saya ingin mengatakan bahwa J.Krishnamurti adalah seorang filosof yang besar tetapi ia tidak bisa menjadi seorang guru (master). Ia tidak bisa membantu masyarakat, mempersiapkan orang-orang untuk suatu hidup yang baru, suatu orientasi yang baru.
Tetapi saya masih tetap mencintai dia, karena di antara ahli filsafat ia datang paling dekat ke jalan hidup yang mistik. Dia sendiri menghindari cara yang mistik, mem-bypass-nya, dan hal ini adalah alasan untuk kegagalannya. Tetapi ia adalah satu-satunya di antara pemikir-pemikir zaman modern ini yang paling dekat, hampir di garis tapal batas dari ilmu kebatinan (mysticism), dan berhenti di sana. Barangkali ia ketakutan jika ia memperbicangkan tentang ilmu kebatinan (mysticism ) orang-orang akan mengikuti pola-pola tua, tradisi-tradisi tua, filsafat-filsafat tua dari ilmu kebatinan(mysticism). Ketakutan mencegah dia untuk bisa memasuki. Tetapi ketakutan juga mencegah orang lain untuk memasuki misteri-misteri tentang hidup….
Saya telah berjumpa ribuan orang pengikut Krishnamurti karena siapa pun yang mempunyai ketertarikan terhadap Krishnamurti cepat atau lambat pasti menemukan perjalanannya ke arahku, karena Krishnamurti telah meninggalkan mereka, saya dapat mengambil tangan dan menunjukkan mereka ke dalam tempat suci yang paling dalam dari kebenaran. Anda dapat mengatakan koneksiku dengan Krishnamurti adalah karena Krishnamurti telah mempersiapkan landasan untuk saya. Ia telah mempersiapkan intelektual orang-orang untuk saya; sekarang adalah tugasku bekerja untuk mengambil orang-orang itu untuk lebih memperdalam akal, untuk menuju hati; dan lebih dalam dari hati, untuk menuju eksistensi.
Pekerjaan kami adalah satu adanya. Krishnamurti telah meninggal, tetapi pekerjaannya tidak akan menjadi mati sampai saya telah mati. pekerjaannya akan berlanjut terus."

Di terjemahkan oleh:
Wahyu Widodo berakhir pada malam Jumat legi --Sukro Manis--(12 malam 13 Juni 2009 atau 19 Jumadil akhir 1430 H) di ambil dari catatan facebook pak Hudoyo Hupudio di alamat: hudoyo@cbn.net.id


Selengkapnya...

Sabtu, 06 Juni 2009

MENJERNIHKAN MAKNA PEMILU

Menjernihkan Makna Pemilu

Wahyu Widodo*

Sebentar lagi warga negara Indonesia akan merayakan hajatan demokrasi pemilihan presiden secara langsung pada bulan Juli nanti, sebagai warga negara yang melek mata batinnya dan mempunyai kepekaan pancaindranya pastilah mempunyai perenungan dan pemikiran yang mendalam terhadap fenomena kebangsaan akhir-akhir ini.




Sebentar lagi warga negara Indonesia akan merayakan hajatan demokrasi pemilihan presiden secara langsung pada bulan Juli nanti, sebagai warga negara yang melek mata batinnya dan mempunyai kepekaan pancaindranya pastilah mempunyai perenungan dan pemikiran yang mendalam terhadap fenomena kebangsaan akhir-akhir ini.

Pemilu tidak hanya bermakna pergantian pemimpin yang mengandalkan kekuatan mantra orasi dan dansa-dansi dalam kuil yang bernama televisi, topeng kebijaksanaan yang dikemas dalam tata bahasa yang runtut dan sistemik atas nama ’citra diri’ akan tanggal dalam pandangan kepolosan dan keluguan sorot mata petani yang akrab dengan penderitaan. Pemilu bukan hanya kumpulan angka-angka dalam hitung cepat yang di adakan lembaga-lembaga survey, Pemilu adalah amanat batin warga negara Indonesia yang sekarang didangkalkan maknanya dan seringkali di atas namakan ”rakyat”.


Pemilu adalah pancaran batin rakyat Indonesia yang harus terejawantahkan dalam pertarungan darma satriya dan tidak bertujuan untuk kalah dan menang apalagi meraih kekuasaan dengan menghalalkan segala macam jalan.

Pemilu kali ini sudah kehilangan spirit dasar dan sudah menanggalkan elan vital utama sebagai panggilan Sang satriya-pinandita untuk menegakkan darma dalam perang yang menjujung tinggi pranata dan susila. Pemilu sekarang layaknya perang untuk memenuhi prasyarat belaka yang sudah ditentukan hasil akhirnya, skor sudah jadi sebelum bertanding. Pesta poranya angkaramurka kekuasaan yang diberi makna tinggi dalam masyarakat.

Amanat Batin
Pemilu menurut hemat saya akan sesuai bila di artikulasikan sebagai amanat batin yang harus diemban oleh putra-putri bangsa terbaik yang merasakan denyut nadi penderitaan bangsa dan negarannya yang akhirnya terpanggil untuk menunaikan panggilan dalam medan perang. Pemilu kali ini hanya sebuah seremonial lima tahunan yang hanya di ikuti oleh segelintir orang yang mencari keuntungan dan keberuntungan melalui pemilu. Seyogyanya kandidat capres dan cawapres mawas diri dan mawas hati sudahkan selama ini mendarmabaktikan dirinya demi kepentingan sesama tanpa pandang bulu? Ataukah sudah menakar antara ’apa yang diperbuat’ sebanding dengan ’apa yang diperolehnya’? kalau hasil hitungnya masih sebanding dan pas perlu dipertanyakan sekali lagi ’niat pencapresannya’. Sebagai pemimpin yang menunaikan jalan darma tidak memperhitungkan untung rugi, kalah dan menang, serta tidak menggunakan logika dagang dalam karya dan perjuanggannya. Lebih lebih berpikir mengkurskan setiap keringat yang dikeluarkan dengan kurs rupiah. Banyak orang meraup keuntungan melalui pemilu yang memberi makna pemilu layaknya perdagangan dalam pasar. Di tengah hiruk pikuk keruwetan pemilu senandung Sri Krishna dalam Bhagavad Gita perlu kita dengar: Kau tidak berperang untuk memperebutkan kekuasaan: kau berperang demi keadilan, untuk menegakkan kebajikan. Janganlah kau melemah di saat yang menentukan ini. Bangkitlah demi bangsa, negeri dan panggilan Ibu Pertiwi.

Berakhirnya Era Sun Tzu

Strategi Sun Tzu dalam bukunya yang mashur, The Art of War, yang acapkali menjadi rujukan dalam menyusun strategi pemenangan tim sukses perlu untuk di kaji ulang. Sun Tzu adalah simbol manusia primordial yang dibesarkan dalam tata aturan fight or flight sebagai bentuk ekspresi ketakutan yang melahirkan segerombolan brigade dan front-front para penakut yang di kemas rapi dalam balutan strategi. Strategi Sun Tzu terbukti gagal dalam menciptakan perdamaian dunia yang hakiki karena perdamaian hasil kompromi, penaklukan dan penundukan hanya akan membawa peperangan lebih lanjut.

Dalam dunia bisnis strategi Sun Tzu mulai di tinggalkan sebagaimana disimpulkan oleh Business week edisi Indonesia 15-22 November 2006:
Zaman telah berubah. Para eksekutif bisnis kini meninggalkan ajaran seni perang Sun Tzu dan beralih mengikuti petunjuk Bhagavad Gita yang penuh kedamaian. Era ketika Gordon Gekko, tokoh dalam film Wall Street keluaran 1987, dengan bangga mengutip Sun Tzu telah pudar. Bhagavad Gita mulai menggeser posisi The Art of War sebagai referensi manajemen.(tHE GITA OF MANGEMENT)

Senandung Sri Krishna dalam Bhagavad Gita mulai menjadi paradigma baru untuk menciptakan peradaban yang lebih bersusila dalam dunia politik, sebuah senandung yang membakar Bung Karno untuk terus berjuang dalam memerdekakan bangsanya, senandung yang menguatkan Bung Karno dalam jeruji penjara sukamiskin yang akhirnya menggetarkan jiwanya dalam pledoi yang bersejarah, Indonesia Menggugat: Ketahuilah senjata tiada menyinggung hidup; api tiada membakar, tiada air membahi; tiada angus oleh angin yang panas. Tiada tertembusi; tiada terserang, tiada terpijak dan merdeka; kekal abadi dimana-mana, tetap tegak; tiada nampak, tiada terucapkan, tiada terangkum oleh kata, pikiran senantiasa pribadi tetap begitulah disebut Djiwa (hal 114)

Sudah saatnya pemilu kali ini dijernihkan maknanya kembali diruwat kembali bukan pesta poranya perang ego kekuasaan, tetapi perangnya para satriya demi tegaknya kebajikan yang tidak memperhitungkan menang dan kalah, yang menjunjung tinggi pranata dan susila. Dengan perubahan paradigma ini semoga hasil pemilu akan membawa perubahan bagi sesama. Semoga semua makhluk bahagia. Namaste, wasallam.

* Penempuh Jalan Hening Diri. www. wahyuheningdiri.blogspot.com




Selengkapnya...

Selasa, 30 Desember 2008

The Ending Of Time

Sebentar lagi masyarakat akan merayakan pergantian dua tahun baru, pertama pada tanggal 29 Desember (I Muharam/Asyura) tahun baru Islam 1430 H, I Januari 2009 tahun baru masehi selang dua puluh enam hari lagi, 26 Januari 2009, tahun baru Imlek 2560. menarik untuk di amati secara mendalam tentang peralihan tahun ini. Perubahan tahun dianggap membawa keberuntungan dan kesialan tertentu yang mengakibatkan masyrakat memercayai otoritas paranormal sebagai guide of life-nya, perusahaan dalam skala besar menyusun rencana untuk menggapi target yang lebih tinggi lagi dibanding tahun kemarin dengan berbagai kecemasan yang akut karena keadaan tidak bisa dikontrol sebagaimana pikiran yang sulit dikendalikan, dengan perencanaan setidaknya kekhawatirannya reda. Tidak ketinggalan perusahaan yang dirundung nestapa akibat krisis global mengundang motivator untuk membangkitkan lagi semangatnya, meskipun harus membayar mahal untuk kata-kata yang sebenarnya biasa-biasa saja karena intonasi dan gaya penyampaian meyakinkan mereka terbedaya dan semangat mereka terbakar lagi setelah selang berapa jam ditinggalkan sang motivator loyo dan lunglai kembali.

Sebentar lagi masyarakat akan merayakan pergantian dua tahun baru, pertama pada tanggal 29 Desember (I Muharam/Asyura) tahun baru Islam 1430 H, I Januari 2009 tahun baru masehi selang dua puluh enam hari lagi, 26 Januari 2009, tahun baru Imlek 2560. menarik untuk di amati secara mendalam tentang peralihan tahun ini. Perubahan tahun dianggap membawa keberuntungan dan kesialan tertentu yang mengakibatkan masyrakat memercayai otoritas paranormal sebagai guide of life-nya, perusahaan dalam skala besar menyusun rencana untuk menggapi target yang lebih tinggi lagi dibanding tahun kemarin dengan berbagai kecemasan yang akut karena keadaan tidak bisa dikontrol sebagaimana pikiran yang sulit dikendalikan, dengan perencanaan setidaknya kekhawatirannya reda. Tidak ketinggalan perusahaan yang dirundung nestapa akibat krisis global mengundang motivator untuk membangkitkan lagi semangatnya, meskipun harus membayar mahal untuk kata-kata yang sebenarnya biasa-biasa saja karena intonasi dan gaya penyampaian meyakinkan mereka terbedaya dan semangat mereka terbakar lagi setelah selang berapa jam ditinggalkan sang motivator loyo dan lunglai kembali.

Sebenarnya adakah yang esensi di dalam waktu? Apakah waktu yang melahirkan hari, minggu, bulan dan tahun, sewindu, seabad, dan jangkauan waktu yang tak terukur lainnya ini benar-benar wujud, hadir, dan yang melahirkan permasalahan psikologis kemanusiaan? Mengapa masyarakat modern kita saat ini begitu melekat erat dalam waktu ? bisakah kita semua bebas dari kungkungan waktu yang membelenggu kejiwaan kita yang pada akhirnya menjadi ladang pekerjaan bagi psikolog, analis kejiwaan, ahli nujum, rohaniawan, paranormal, motivator karena kesedihan dan kekalutan kita yang mendalam.

Benarkah keabadian, kekekalan, imortal, melampaui waktu yang dijanjikan oleh kitab dari berbagai agama dan ajaran benar-benar wujud dan bisa kita gapai?

Esensi Waktu

Kebanyakan dari kita memahami waktu hanya waktu yang kronologis, waktu yang berurutan secara rapi, berdenyut dan berdetak, dari jam 00.00-01.00-02.00, dan setrusnya. Kronos diambil dari ceita mitologi Yunani, yakni anak dari dewa Zeus yang sukanya menelan (nguntal) apapun dan tidak pernah puas, terus menerus habis dilahapnya. Dalam mitologi Jawa yaitu Bethara Kala, raksasa yang selalu mencari mangsa selama mangsanya berkesadaran dalam lingkup waktu. Kala berarti Masa atau Waktu. Bila kesadaran kita masih dalam tataran waktu kronologis selama itu pula kita akan terus diburu dan ditelan oleh berbagi bentuk keinginan yang terus menelantarkan kita dan akhirnya kita terperosok dalam lingkaran waktu yang tidak ada habisnya.


Sebenarnya waktu dalam ranah kemanusiaan kita adalah waktu yang psikologis, artinya waktu dalam persepektif jiwa akan mengalami melambat dan berjalan cepat, kalau kejiwaan kita dalam keadaan senang yang mendalam maka waktu berjalan cepat, bila kesedihan dan berbagi bentuk ketaksenangan berkunjung waktu seakan melambat. Waktu psikologis ini dalam bahasa Ki Ageng Suryo Mataram kala sing muler mungkret ,waktu yang timbul dan tenggelam. Waktu yang timbul dan tenggelam diakibatkan adanya jarak antara ide dan tindakan. Waktu berarti bergerak dari ”apa adanya” menuju “apa seharusnya”. Jarak dari apa yang ada (what is) menuju apa yang seharusnya ada (what should is) mengakibatkan waktu. Selama kita berdaya upaya untuk tidak menyadari dan menerima “apa yang ada” untuk meraih apa yang seharusnya ada disitu menimbulkan konflik, kenestapaan, duka lara yang otomatis menghadirkan waktu.

Konflik ini ditimbulkan oleh pikiran (mind), pada waktu ‘apa yang ada’ (masa kini;saat ini) datang kita selalu merespon dengan pikiran yang sudah terakumulasi menjadi ingatan, memori, pengetahuan dan berbagai bentuk endapan emosi. Pikiran selalu usang dan terjadi di masa lampau, untuk menyelamatkan dari kenestapaan dan duka laranya pikiran mengejar masa depan begitulah mekanisme pikiran yang bergerak yang menimbulkan waktu dan menimbulkan kesengsaraan tak berkelanjutan ini.
Dengan demikian waktu adalah sebuah gerak yang telah dibagi-bagi manusia dalam masa lampau, masa kini, dan masa depan, dan selama orang membagi-baginya ia akan selalu hidup dalam konflik.


The Ending Of Time

Dapatkah waktu berakhir? Kita bergerak tanpa waktu? Herman Hesse penulis novel Siddhartha menulis dengan apik dari sudut pandang sang juru sampan yang belajar keabadian dan ketidaan waktu dari aliran sungai yang terus mengalir. Vasudeva, sang juru sampan, mengatakan kepada Siddhartha: ”mungkin kamu bermaksud seperti ini Sidhartha: bahwa sungai ada di mana-mana pada saat yang bersamaan—di sumbernya, dimuara, di air terjun,di penyebrangan sampan, di aliran, di laut, di gunung—di mana-mana pada saat yang bersamaan. Dan oleh karena itu, hanya ada masa sekarang, bukan bayang-bayang yang disebut dengan masa depan. Tidak ada dulu tidak ada yang akan datang, segalanya memiliki keberadaannya dan berada pada masa kini.”

Kekinian dan saat ini adalah masa yang harus di sadari sepenuhnya, pikiran menciptakan dualitas yang ujung-ujungnya duka nestapa. Dalam bahasa pali, Dukkha, berarti dualitas, penderitaan yang diakibatkan pembagian dalam dua sisi: masa lalu dan masa depan, tidak pernah menyadari saat ini, detik ini. Bukankah segala sesuatu yang berat dan kejam dalam dunia ini diatasi dan berlalu dengan segera saat seorang mengatasi waktu, dan telah mampu mengabaikan diri sendiri dari gagasan tentang waktu?

Timeless dalam bahasa Ingris berarti tanpa-waktu atau bisa disebut dengan keabadiaan, mungkin keabadian akan mewujud bila kita sanggup secara sadar bergerak tanpa-waktu yang melihat segala sesuatunya nirkala yang setiap hari batin kita selalu segar, baru, mengalami peremajaan tiap hari. Setiap saat setiap detik mengalami waktu yang baru yang tak berjangka dan tak berjarak, karena ia adalah bagian dari waktu itu yang mengalir bersama aliran semesta. Deskripsi ini bukan mendayu-dayu kesastraan, bukan bahasa sastrawi, tetapi pengalaman yang nyata. Meskipun sulit untuk dideskripsikan pengalaman ini, tetapi setidaknya bisa mewakili karena deskripsi bukan benda yang dideskripsikan.

Perayaan tahun baru tanpa esensi waktu yang mendasari gerak langkah kehidupan, perayaan berlansung secara dangkal dan seremonial belaka. Hari, bulan, tahun beralu bergerak menuju baru, tetapi batin selalu purba yang berupa fosil memori, situs duka nestapa, dan prasasti-prasasti kebencian dan dendam. Tahun baru dengan menyadari kekinian kita, kebaruan kita dalam setiap gerak tanpa waktu, di sini tercipta mutasi dan transformasi diri. Dengan tahun baru ini kita juga merayakan juga jiwa yang baru, jiwa yang mengalami kelahiran kembali. Selamat merayakan tahun baru dengan jiwa yang baru.





Selengkapnya...

Sabtu, 13 Desember 2008

Kurban dan Pemuasan Ego

Hari raya kurban telah diperingati oleh seluruh umat Islam di dunia. Dengan meningkatnya perekonomian umat Islam bertambah pula intensitas masyarakat yang ikut berperan serta dalam hari raya kurban ini dengan menyetorkan hewan kurban ke Masjid, Musolla, dan penyelenggara kurban lainnya dengan harapan binatang-binatang yang dijadikan kurban akan bisa dinaikinya nanti di hari akhir selayakanya mobil pribadi yang mereka miliki saat ini. Pemahaman yang dimilki umat Islam saat ini belum bergeser sedikitpun dari pemahaman mereka waktu duduk dibangku sekolah dasar: pemahaman akan beragama, penghayatan akan ritual di balik anjuran agama, penilaian terhadap tatanilai agama, dll. Seharusnya pemahaman dan penghayatan akan bertuhan dan beragama mengalami evolusi menuju kesempurnaan secara bertahap seiring bertambahnya usia.


Hari raya kurban telah diperingati oleh seluruh umat Islam di dunia. Dengan meningkatnya perekonomian umat Islam bertambah pula intensitas masyarakat yang ikut berperan serta dalam hari raya kurban ini dengan menyetorkan hewan kurban ke Masjid, Musolla, dan penyelenggara kurban lainnya dengan harapan binatang-binatang yang dijadikan kurban akan bisa dinaikinya nanti di hari akhir selayakanya mobil pribadi yang mereka miliki saat ini. Pemahaman yang dimilki umat Islam saat ini belum bergeser sedikitpun dari pemahaman mereka waktu duduk dibangku sekolah dasar: pemahaman akan beragama, penghayatan akan ritual di balik anjuran agama, penilaian terhadap tatanilai agama, dll. Seharusnya pemahaman dan penghayatan akan bertuhan dan beragama mengalami evolusi menuju kesempurnaan secara bertahap seiring bertambahnya usia.


Ritual kurban tidak bisa dilepaskan dari kesejarahan Nabiyullah Ibrahim alahisaalam dalam proses pencariannya menuju pencerahan dengan melalui tahapan-tahapan evolusi batin yang diprasastikan dalam Alquran yang akhirnya dicontoh dan dipahami secara membabibuta oleh masyarakat Islam, tanpa ada sedikitpun upaya untuk memahami dan menafsirkan dengan kejernihan serta kesederhanaan batin.

Ajaran Islam hanya melulu dipahami secara ritual, atas dasar kewajiban, atas dasar larangan, tanpa pemahaman yang menyeluruh yang dintegrasikan dalam praktik kehidupan sehari-hari. Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim adalah upaya menuju ketundukan diri dan berserah diri yang akhirnya membawa pemahaman keislaman yang paripurna. Islam yang membawa kesejukan, kedamaian, kesempurnaan, kelembutan yang terwujud dalam sikap batin dalam setiap pemeluknya.Nabi Ibrahim adalalah pribadi yang tidak mau mengikuti otaritas tradisi yang membelenggunya melalui ajaran agama nenek moyangnya, beliau mencari Yang Agung Sang Keberdaan sumber pelita yang menyinari kehidupan yang tersembunyi dibalik ajaran nenak moyangnya.Nabi Ibrahim adalah The Great Seeker yang melahirkan umat-umat yang tercerahkan.

Ritual kurban yang diperingati umat Islam setiap tahun berasal dari ajaran beliau yang dinarasikan dalam Quran surat Ass shafat ayat 100-111 yang menceritakan keinginanan nabi Ibarahim untuk memilki anak yang saleh, maka Allah mengabulkanya dengan dikarunia Anak laki-laki yang diberi nama Ismail. Pada saat Ismail tumbuh besar dengan segala sifat kepolosanya, Nabi Ibrahim bermimpi untuk menyembelih Ismail, lalu dengan Ikhlas dan sabar Ismail menerima mimpi dengan rela untuk disebelih, dan karena keikhlasan keduanya Allah menebus atau menggantinya dengan hewan sembelihan. Akhirya tradisi korban berkembang hingga saat ini sebagai peringatan keikhlasan ayah dan anak untuk mengabdi sepenuhnya kepada Allah tanpa ada sedikitpun kemelekatan yang bersifat emosional.

Cerita ini penuh metafor, kiasan, dan simbol yang mempunyai jalinan maknanya. Bila diterima mentah-mentah ayat ini sebagaimana yang umum dipahami umat Islam saat ini, maka timbul pertanyaan, apa ya mungkin Allah yang segala sifat welas asihnya menyuruh menyembelih Ismail?
Dalam proses pencarian Nabi Ibrahim untuk memperoleh pencerahan dan akhirnya beliau berumah tangga dan memilki putra, yang mengakibatkan rasa kemelekatan terhadap anak begitu kental, rasa kepemilkian terhadap anak yang melekat begitu kuat, memiliki ego terhadap anak sehingga akan berdampak buruk terhadap perkembangan spiritualnya yakni melupakan tugas utamanya, maka melalui mimpi, hati sanubarinya memproyeksikan untuk mengingatkan Nabi Ibrahim yang di bahasakan dalam Quran dengan ’penyembelihan’ agar tidak terlalu kumantil melekat terhadap anak, melekat terhadap ego pribadi.

Proses beragama seseorang seringkali menciptakan rintangan-rintangan baru yang tersembunyi dan yang selalu diatas namakan agama, demi anjuran tuhan, demi larangan agama sesungguhnya itu adalah proyeksi ego kita yang sangat halus yang bersembunyi dibalik tiak-tiak kesucian
Hari Raya kurban memberi pelajaran kepada umat Islam untuk menghilangkan ego, rasa kepemilikan, kemelekatan dalam bentuk apapun karena akan menghalanginya untuk menuju keislaman yang paripurna. Dengan hari raya korban kita menyembelih ego pribadi kita yang seringkali menghalangi realisasi Allah terhijab oleh ego. Ketika ego pribadi kita sembelih, disitu akan tampak realisasi Allah., inilah makna spiritual hari raya korban. Ego pribadi yang melekat akan menimbulkan sifat kebinatangan yang ada dalam diri setiap individu, maka di dalam Al-quran di simbolkan dengan binatang sembelihan.

Ego pribadi yang berwujud kepemilikan emosional terhadap anak, istri, harta akan memerosokkan setiap individu dalam duka nestapa yang pada akhrnya menumbuhakan sifat kebinatangan yang bengis, kejam, menghalalkan segala cara demi kepuasan ego yang seringkali di atas namakan hal-hal yang suci dan luhur. Saat ini adalah masa dimana ego memimpin dalam tatanan masyrakat kita dari bidang ekonomi, sosial, lebih-lebih politik dan keagamaan semuanya sudah terkontaminasi virus yang harus dengan segera dibasmi dan disembelih ini dengan semangat yang bernyala dari hari raya kurban yang dipelopori oleh nabi Ibrahim.

Banyak umat Islam berbondong-bondong membawa hewan korban dengan kecongkakan dengan berkorban ego mereka terpuaskan, ego mendominasi disetiap sendi-sendi tubuhnya yang menghalangi sinar ilahiah. Mereka dengan bangganya menyerahkan sapi mupun kambing dengan harapan besar bahwa bintang-binatang itu akan mereka tunggangi di hari akhir, kita seringkali bertransaksi dengan Allah, kita masih menggunkan logika dagang dengan Allah, tidak ada pengabdian sedikitpun , tidak ada ketundukan total, sujud dalam sholat lima waktu tidak sedikitpun bisa mengikis kecongkakan kita, hanya sekedar ritual yang mekanis.

Belum lagi dengan berkorban kita akan dijuluki sang dermawan dalam masyrakat karena banyak rakyat miskin yang akan menikmati daging kurban. Kita lupa bahwa Allah dengan tegas mengatakan dalam surat Al-Haj ayat 37 :Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
Mudah-mudahan dengan hari raya korban ini kita bisa menyembelih ego kita. Semoga.


Selengkapnya...

Unsensuous of sex

Hari ini ruang publik kita banyak diisi dengan ekspresi seksual yang tak terbendung lagi dari pakain remaja putri yang suka menggunakan rok mini, kaos ketat (tanktop), atau menggunakan celana yang menggambarkan lekuk tubuhnya yang sintal maupun yang semok, tatanan rambut yang melukiskan kebanalan seks, tak ketinggalan remaja putra memakai pakaian yang ada belahan didadanya atau membuka salah satu kancing bajunya untuk menunjukkan bulu dadanya terhadap kaum hawa. Seks menjadi daya tarik sendiri dalam ruang publik kita, seakan mensyiratkan perang daya tarik menarik melalui energi seks. Belum lagi banyak pasangan menunjukkan kemesraannya diruang publik entah dalam mall, ditaman umum, tak canggung lagi melakukan aktivitas seksual di kendaraan pribadi: baik roda dua dengan mengekpresikan penonjolan pantat pada waktu dibonceng, lebih-lebih roda empat tidak ada risih sedikitpun melakukakanya seakan-akan dalam kamar sendiri.


Hari ini ruang publik kita banyak diisi dengan ekspresi seksual yang tak terbendung lagi dari pakain remaja putri yang suka menggunakan rok mini, kaos ketat (tanktop), atau menggunakan celana yang menggambarkan lekuk tubuhnya yang sintal maupun yang semok, tatanan rambut yang melukiskan kebanalan seks, tak ketinggalan remaja putra memakai pakaian yang ada belahan didadanya atau membuka salah satu kancing bajunya untuk menunjukkan bulu dadanya terhadap kaum hawa. Seks menjadi daya tarik sendiri dalam ruang publik kita, seakan mensyiratkan perang daya tarik menarik melalui energi seks. Belum lagi banyak pasangan menunjukkan kemesraannya diruang publik entah dalam mall, ditaman umum, tak canggung lagi melakukan aktivitas seksual di kendaraan pribadi: baik roda dua dengan mengekpresikan penonjolan pantat pada waktu dibonceng, lebih-lebih roda empat tidak ada risih sedikitpun melakukakanya seakan-akan dalam kamar sendiri.

Alasan inilah yang mungkin digunakan oleh kaum agamawan yang terorganisir dalam lembaga-lembaga keagamaan untuk membuat regulasi melalui UU APP karena telah mengganggu kesalehannya dan keimanannya serta merusak sinyal hubungan dengan tuhannya, yang memaksa mereka bolak balik mengulang nama tuhannya manakala melihat keseronokan karena degup jantung yang berpacu keras yang tergoda kebirahian akhirnya mereka menggunakan otoritas dan dalil untuk merepresi ekpresi seksual tersebut, apakah ini jalan kebijaksanaan? Mengapa ekpresi seksual menjadi fenomena yang tak terbendung dalam masyarakat kita?

Selama energi seks ditekan melalui bentuk apapun akan dialihkan dalam bentuk yang lebih berbahaya karena setiap energi butuh jalan keluanya yang hanya bisa ditranformasikan atau dilampaui dengan menyadari keberadaannya. Para agamawan tidak pernah memberi jalan keluar yang bijak malah menambah keruh masalah, pikirnya dengan pembatasan atau represitas demi moral yang agung akan membuat ekpresi seksual semakin surut. Ekpresi seksual akan terus mencari jalan keluar selama represi maupun penekanan yang halus (sublimasi) sebagai jalan yang ditempuh. Setiap bentuk represi akan melahirkan ekpresi.

Seks dan ruang publik

Ekpresi seksual di ruang publik menandakan satu dari kenikmatan yang diperoleh melalui seks tidak bisa memuaskan mereka lagi, akhirnya mereka membawa ketaknikmatan sensasi seksual dari ruang privat menuju ruang publik, dengan membawa ekpresi seksual diruang publik mereka mendapat sensasi kenikmatan yang tidak diperoleh dalam ruang privatnya. Membawa sensasi tersendiri karena pasti akan direspon oleh khalayak baik yang pro maupun kontra. Titik pusat masyarakat kita sekarang berada diluar, tidak berada di dalam setiap individu. Remote control di pegang oleh sistem sosial dan tradisi yang bodoh dan konyol ini.


Seharusnya masalah seks tidak ada kaitannya sama sekali dalam kepublikan, seks hanya fakta biologis yang bersifat netral. Tidak perlu ditempeli predikat hukum dalam dirinya antara yang lebih suci maupun tidak suci, tatanilai masyarakatlah yang membuat keruh masalah ini. Dalam kesejarahan seks tidak pernah menjadi komoditas publik, tetapi dalam kesejarahanya seks dijadikan batu loncatan untuk menggapai Yang Tertinggi atau Yang Agung melalui jalur energi seks, seks menjadi sesuatu yang sakral, hal ini bisa dilihat dalam relief bangunan yang berada dalam candi sukuh, prasasti-prasasti yang melambangkan lingga dan yoni seperti monas, misalnya, hal ini menandakan seks adalah sesuatu yang sakral yang patut diprasastasikan karena melalui itu Sang Keberadaan menujukkan manifestasiNYA. Hal inilah alasan mengapa seks harus dilakukan setelah nikah, karena dengan pensakralan seks akan mencapai kenikmatan puncaknya, tradisi-tradisi kuno yang tertuang dalam kamasutra ingin menjadikan seks sebagai sarana meditasi yang banyak di salah artikan oleh masyrakat saat ini.

Masyarakat modern sudah kehilangan kesakralan seks, sehingga mereka tidak pernah mencapai kenikmatan sedikitpun, seks menjadi mekanis layaknya makan dan minum yang tidak membawa transformasi batin sedikitpun. Tidak heran kalau jaman Vatsasyan, seksolog pertama kali didunia dan penulis kamasutra, orang hanya setahun sekali dalam berhubungan badan atau senggama karena kenikmatan seks masih terasa mengisi tulangsumsumnya, energi seks mengisi relung-relung spiritnya, ada semacam energi peremajaan yang membawa kesyahduan yang tak terdefinisikan, semacam ekstase. inilah perilaku seks yang benar. Masyarakat sekarang berkali-kali berhubungan tetapi tidak sedikitpun mencapai puncak kenikmatan.Malah terus mencari-cari rangsangan melalui ekpresi seksualnya karena mereka tidak pernah merasa puas dalam senggamanya.

Seks dan Kematian
Mahaguru spiritual Osho dalam bukunya Pskologi Alam Gaib yang berjudul asli psychology of the esoteric yang diterjemahkan pertamakali dalam bahasa Indonesia oleh guru besar kedokteran unpad, Soedjatmo soemowerdojo, mengatakan: tidak ada tindakan yang sedalam tindakan seks. Bila anda dapat tetap sadar selama melakukan seks, maka nanti waktu menghadapi mautpun anda akan sadar. Kedalaman tindakan seks dan kedalaman maut adalah sama, sejajar. Anda akan sampai di titik yang sama. Jadi bila anda tetap sadar di waktu melakukan seks, anda telah mencapai sesuatu yang besar. Itu tidak ternilai harganya.

Seks yang benar akan bisa menjadi sarana meditasi, alasan ini juga yang ditempuh oleh para suci dalam berbagai agama dan tradisi untuk memilih jalan membujang (selibat) karena melalui meditasinya mereka bisa bersenggama di alam nirvana yang tidak membutuhkan objek lawan jenis, titik puncak kenikmatan meditasi sama dengan orgasme yang sama-sama memberi efek kenikmatan. Meledaknya sang diri dalam meditasi seperti meledaknya kenikmatan yang tak terhingga dalam hubungan seks.

Hendaknya seks tidak dijadikan tujuan yang berlebih hanya sebuah sekedar sarana untuk menuju Yang Tertinggi, hanya dengan memberi pemahaman akan seks yang benar, dengan melampaui seks, ruang publik kita akan sepi dari ekpresi seksual karena setiap individu sudah mencapai titik kenikmatannya masing-masing. Hanya dengan melampaui dan menyadari energi seks ’masyarakat lemah syahwat’ ini akan berakhir.Selamat meniti menuju puncak tertinggi.




Selengkapnya...

Selasa, 02 Desember 2008

Khutbah Jumat

Umat Islam mempunyai ritual yang selalu disandarkan pada waktu-waktu tertentu (maukutaan-An Nisaa’ 103) seperti sholat lima waktu di sandarkan pada perubahan pergeseran matahari (ghurubu Syamsi--Al -Israa’ 78) yang mengakibatkan siang dan malam, Puasa Wajib pada bulan Ramadan seluruh umat Islam diwajibkan puasa sebulan penuh pada bulan Ramadan, ibadah haji dilakukan umat Islam pada bulan haji yaitu bulan Dzulhijjah (asyhurun ma’lumat-Al- Baqarah 197), pada tiap mingguanya ada ibadah Jumat yang wajib bagi umat Islam laki-laki, dan untuk ibadah dalam jangka tahunan ada dua hari raya id yaitu idul adha/ Idul Kurban dan Idul Fitri. Hampir kesemuan ritual umat Islam selalu di sandarkan pada waktu-waktu tertentu dan jangka waktu tertentu pula, ini memberi tamsil bahwa Islam memperhatikan hubungan manusia dengan alam. Alam yang kebanyakan dianggap benda mati oleh kebanyakan orang, ditentang oleh Agus Musthofa dalam bukunya yang berjudul Dzikir Tauhid; bahwa alam yang dianggap mati juga mempunyai kehendak, kemauan tertentu pula yang kadarnya berbeda dengan makhluk hidup lainya seperti manusia, tumbuhan dan binatang, namun memiliki kesamaan dalam hal kehendak untuk berbuat dalam kadarnya.

Umat Islam mempunyai ritual yang selalu disandarkan pada waktu-waktu tertentu (maukutaan-An Nisaa’ 103) seperti sholat lima waktu di sandarkan pada perubahan pergeseran matahari (ghurubu Syamsi--Al -Israa’ 78) yang mengakibatkan siang dan malam, Puasa Wajib pada bulan Ramadan seluruh umat Islam diwajibkan puasa sebulan penuh pada bulan Ramadan, ibadah haji dilakukan umat Islam pada bulan haji yaitu bulan Dzulhijjah (asyhurun ma’lumat-Al- Baqarah 197), pada tiap mingguanya ada ibadah Jumat yang wajib bagi umat Islam laki-laki, dan untuk ibadah dalam jangka tahunan ada dua hari raya id yaitu idul adha/ Idul Kurban dan Idul Fitri. Hampir kesemuan ritual umat Islam selalu di sandarkan pada waktu-waktu tertentu dan jangka waktu tertentu pula, ini memberi tamsil bahwa Islam memperhatikan hubungan manusia dengan alam. Alam yang kebanyakan dianggap benda mati oleh kebanyakan orang, ditentang oleh Agus Musthofa dalam bukunya yang berjudul Dzikir Tauhid; bahwa alam yang dianggap mati juga mempunyai kehendak, kemauan tertentu pula yang kadarnya berbeda dengan makhluk hidup lainya seperti manusia, tumbuhan dan binatang, namun memiliki kesamaan dalam hal kehendak untuk berbuat dalam kadarnya.


Islam selalu menganjurkan untuk menjaga keseimbangan alam dan manusia, baik dalam jagad kecil maupun jagad gede (makro kosmos dan mikro kosmos) (sanurihim ayatina fil affaki wa fil anfuusi--Al-Fushilat 53 ) untuk itulah Islam menyadarkan ritual ibadahnya pada perubahan waktu agar umat Islam selalu tetap sebagai pemimpin di muka bumi yang selalu menjaga keseimbangan alam (aladzi kholaka sab’aa samawati tibaqa ma tara fi kholqi rahmana min tafut farjii’l bashor hal tara min futhur -Al-Mulk 3) .

Saya mencurigai hampir dalam tiap ibadah yang berjangka waktu disana selalu ada ritual khutbah seperti Jumatan, Idul Fitri, Idul Adha, apakah dalam khutbah itu seharusnya berisi gejala-gejala alam atau tanda-tanda jaman yang terjadi dalam kurun waktu minggu atau tahunan yang harus diperhatikan oleh umat Islam sehingga rosullah pada waktu itu selalu mengingatkan kita untuk menjaga keseimbangan alam melalui khutbah-khutbahnya, apakah demikian? Kalau ya demikian yang berhak menyampaikan khutbah adalah orang-orang yang benar-benar mumpuni, orang ulul albab yang bisa membaca fenomena “alam non verbal” yang tak terbaca oleh kasat mata, dan telah mencapai mukasyafah-orang yang berhasil menyibak Rahasia Alam Alam-Alam Rahasia- (seperti judul bukunya Anand Krishna)-aladzina yadkurunallah qiyama wa quuda wa’la junubihim wayatafakaruna fi kholqi samawati wal ardi robana ma kholakta hada batila subhanaka faqina adabannar-.(Ali imran : 190-191)

Dalam hadist yang diriwiyatkan oleh Imam Muslim, bahwa Rasulullah SAW senang membaca surat Qaaf pada rakaat pertama sembahyang subuh dan pada shalat hari raya. Sedang menurut riwayat Abu Daud, Al Baihaqy dan Ibnu Majah bahwa Rasulullah SAW membaca surat Qaaf pada tiap-tiap membaca khutbah pada hari juma’at. Setelah mendapat informasi hadist ini saya mencoba membuka surat Qaaf yang terdiri dari 45 ayat , mengapa rosullulah selalu membaca surat Qaaf dalam setiap khutbah Jumatnya? pertanyaan inilah yang memberanikan saya untuk mencoba mengkaji surat Qaaf sebagai berikut:

Ayat 1-5 :Allah menggambarkan keraguaan orang-orang kafir terhadap tata sistem keseimbangan melalui mekanisme alam yang digerakakan oleh Allah.

Ayat 6-11: Allah menggambarkan penciptaan Allah didesain dengan amat rapi, teratur, sempurna dan seimbang.

Ayat 12-14: Allah memberikan gambaran umat-umat terdahulu yang merusak keseimbangan alam seperti umat nabi Nuh, penduduk Rass, samud, kaum Aad, kaum fira’un, kaum Luth, penduduk Aikah dan Tubba’ Allah menghancurkan umat tersebut karena telah merusak keseimbangan alam.

Ayat 15: setelah Allah menghancurkan umat terdahulu, Allahlah yang mendaur ulang secara alami kehidupan dalam tata keseimbangan yang padu (menyeimbangkan kembali).

Ayat 16 Allah mengkabarkan bahwa Allah dekat seperti dekatnya urat leher ayat ini memberi artian bahwa Allah terlibat aktif dalam menjaga keseimbangan alam dan juga memberi tamsil bahwa dalam diri manusia terdapat gambaran jagat gede dan jagat cilik (makro kosmos dan mikro kosmos).

Ayat 17-23 dalam ayat ini Allah menggambarkan mikro kosmos yang terdapat dalam diri manusia atau subsistem alam yang terdapat dalam diri manusia dengan tamsil malaikat yang selalu mencatat perbuatan amal baik dan buruk serta mengiringi setiap langkah manusia.

Ayat 24-28 Allah menggambarkan hukuman bagi orang-orang yang merusak keseimbangan alam, namun dalam ayat 29 Allah menegaskan bukan Allahlah yang menyiksa atau menghukum orang-orang tersebut melainkan mekanisme alamiahlah yang bekerja. Seoalah olah untuk mencapai keseimbanganya lagi alam harus memakan korban seperti yang diungkapkan Allah dalam ayat ini.

Ayat 30-35 Allah menggambarkan keharmonisan alam dan manusia bisa terjaga maka alam akan bekerja dengan baik pula, tetapi manakala dirusak keseimbangan alamnya maka Allah memberi tamsil akan umat yang terdahulu yang pernah hancur karena melawan mekanisme alam. Dalam ayat 36 dan 37 Allah memberi warning tegas terhadap orang-orang yang merusak keseimbangan ekosistem alam.

Ayat 38 dan 39 Allah menggambarkan proses penciptaan alam oleh Allah dengan penuh keseimbangan. Dan sebagai penutup yaitu dalam ayat 40-45 Allah menganjurkan untuk mengasah kepekaan kita terhadap lingkungan kita melalui bertasbih dan berdzikir.

Surat Qaaf yang selalu di baca kanjeng nabi memuat anjuran umat Islam untuk menjaga keseimbangan alam. Melalui khutbah yang di sampaikan kanjeng nabi pada jaman kanjeng nabi masih sugeng (Baca: masih hidup) khutbah berfungsi sebagai forum ilmiah penyampaian fenomena alam yang harus di perhatikan manusia terutama umat Islam. Dalam kenyataannya khutbah Jumat di masjid-masjid perkotaan banyak diisi dengan ceramah-ceramah yang berbau propagandis dari golongan ormas Islam tertentu yang banyak menghasut dan banyak sekali muatan politiknya ketimbang penyampaian ”ruh Islam” (nilai-nilai Islam universal) yang sebenarnya. Dalam hal ini perkenankan saya mengutip tulisan kang Ulil yang banyak dikafirkan oleh sebagian umat Islam karena kekritisanya terhadap umat Islam sendiri. Kang Ulil menulis tentang fenomena masjid dan peradaban umat Islam yang merosot.

”Saya curiga, tampaknya masjid-masjid kita kini bukan lagi tempat umat bisa menambah wawasan keagamaannya dengan cerdas, tapi justru menjadi tempat untuk merawat "kesemenjanaan" atau mediokrisi. Dari hari ke hari, umat dijejali dengan demagogi, ceramah yang sarat dengan klise, repetisi materi yang membosankan, dan kadang caci-maki yang menyuburkan rasa benci”
.

Itulah kenyataan yang terjadi bahwa masjid kita bukan lagi sebagai tempat penghalusan hati yang dapat menerima dan menangkap ”sinyal illahiah”, tetapi lebih menyuburkan rasa hati yang gelisah dan tertutup akan sinyal ilahiah tersebut. sehingga wajar umat Islam tidak peka lagi terhadap ”tanda-tanda alam non verbal”, umat Islam tidak waskito lagi dengan sasmita gaib alam, maka ketika datang kemurkaan alam seperti Tsunami, tanah longsor, gempa bumi, banjir bandang dan yang mengakibatkan bencana sosial lainnya seperti kemiskinan, penganguran, penggusuran, pagebluk (flu burung,antraks, HIV AIDS) dll tidak ada umat Islam yang bisa menerima sinyal alam tersebut, maka banyak saudara muslim yang meninggal dalam bencana alam -yang lebih celaka lagi banyak sekali dai’-dai, ustadz-ustadz melalui mimbar khutbahnya menyalahkan orang-orang kafir, orang Islam yang tidak sholat, orang mendhem

an (pemabuk), dll yang menyebabkan murka Allah. Mereka tidak berfikir kontemplatif bukankah dirinya juga dari permasalahan yang sebenarnya? yang menggeser fungsi Khutbah Juma’at dari forum kontemplasi ukhrowi tentang hubungan manusia dengan alam bergeser menjadi forum cacian dan hasutan atas nama perjuangan agama.

Saya punya seorang kawan yang tidak mau melaksanakan ritual Juma’tan dengan alasan khutbah Jumat tidak menentramkan hati tetapi malah membuat hati keras dan tidak meneduhkan hati. Sampai kapan kita akan melihat kemunduran mutu dari kualitas khutbah Jumat ? dari tema yang diulang-ulang tiap Jumatnya, kutipan-kutipan quran dan hadist yang disampaikan sepotong-potong, menafsiri ayat semau guwe.

Walhasil khutbah Jumat semakin membuat jamaah sholat jumat lelap dalam tidur mimpi indah tentang surga. Khutbah Jumat sudah saatnya dibenahai dari khotib yang benar-benar mumpuni dalam segala ilmunya, mutu materi khutbah Jumatnya yang berisi tentang tanda-tanda jaman, gerak-gerik alam dalam kurun seminggu sehingga umat Islam lebih mendekatkan diri dengan Allah pencipta alam semesta dan menumbuhkan kesadaran bahwa kita semua terendam dalam kebesaran zat tuhan melalui mekanisme alam yang digerakkan-NYA sudah sepatutnya umat Islam mendekatkan diri dengan alam sebagai manifestasi tuhan yang konkret. Wallahu a’lam bishowab.wasallam.
Malang, Jum’at Wage 6 Juli 2007

* Alumni Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang dan Mahasiswa Universitas Negeri Malang



Selengkapnya...

TRADISI MEGENGAN DAN ULAMA

Umat islam di Indonesia khususnya masyarakat Islam Jawa mempunyai tradisi yang khas sebelum memasuki bulan Ramadan atau bisa disebut pra-kondisi Ramadan yang diisi berbagai kegiatan diantaranya: masyarakat berbondong-bondong menuju pesarean atau kuburan untuk melakukan ziarah sebagai ritus bakti untuk mengingat orang yang sudah meninggal dengan membawa sapu lidi dan bunga untuk di taburkan di pusara makam, .....

Umat islam di Indonesia khususnya masyarakat Islam Jawa mempunyai tradisi yang khas sebelum memasuki bulan Ramadan atau bisa disebut pra-kondisi Ramadan yang diisi berbagai kegiatan diantaranya: masyarakat berbondong-bondong menuju pesarean atau kuburan untuk melakukan ziarah sebagai ritus bakti untuk mengingat orang yang sudah meninggal dengan membawa sapu lidi dan bunga untuk di taburkan di pusara makam, melakukan sungkeman kedua orang tua atas segala dosa, mengucapkan selamat kepada sahabat dan handai tolan melalui SMS yang berisi kecerian memasuki bulan Ramadan atau pun ucapan saling memaafkan supaya dalam bulan Ramadan ini benar–benar mencapai lompatan spiritual menuju pencerahan. Selain kegiatan yang mempunyai hubungan dengan orang lain (haqul adami) ada juga kegiatan yang bersifat ritual personal (haqul allah) seperti mandi besar pada saat malam sebelum puasa sebagai pembersihan jiwa melalui pembersihan fisik. Selain itu pada malam hari setelah sholat tarwih digelarlah selametan megengan dan kirim doa leluhur yang telah meninggalkan dunia, acara ini digelar ditiap surau-surau, mushola-mushola dan masjid-masjid di kampung yang dipadati anak-anak kecil yang nakal dan ramai berebut nasi serta berebut menabuh kentongan dan bedug.


Tradisi selametan megengan ini sudah mendarah daging dalam masyarakat Jawa yang oleh orang yang baru “mendalami Islam” sering dicap syirik, bida’h dan tidak ada pernah ada rujukan hadist yang sahih dengan menunjukan rasa tidak simpati dan dangkal akan apresiasi agama dan budaya. Tulisan ini merupakan apresiasi terhadap budaya megengan yang mulai terkikis di masyarakat perkotaan yang disebabkan kesibukan orang kota yang mulai menikmati hidup serba instan dan silang pendapat yang tidak simpati terhadap budaya lokal atas dasar keagamaan.

Megengan secara etimologi berasal dari bahasa Jawa “megeng” yang berarti menahan, dalam tradisi lisan masyarakat pengguna bahasa Jawa (speech community) kata megeng selalu terkait dengan megeng nafas yang mempunyai makna “terasa berat, meskipun berat harus ditahan selayaknya orang menghirup nafas. Kata megeng juga sepadan dalam penggunaan kata Ramadan secara lughat yang berarti “imsak”, kata “imsak” dalam tradisi pesantren salaf yang biasa memaknai kitab dengan leksikal berbahasa Jawa, kata imsak diartikan dengan “nge’ker” atau menahan yang di dalamnya ada unsur pengikatan yang kuat dan kukuh. Dari kajian secara morfologis dari kata megeng hingga menjadi kata megengan yang ditambah sufiks (akhiran) –an diakhir kata mengandung arti proses yang terus menerus dan juga pembentukan kata benda.Dari kajian morfologis di atas kata megeng senafas dengan kata imsak, puasa dalam kacamata fikih diartikan proses menahan (megeng) dari yang membatalkan puasa seperti makan, minum dan hal-hal yang membangkitkan syahwat, tetapi bila di kaji lebih dalam penggunaan katamegeng, puasa tidak hanya menahan yang membatalkan secara dhohir (fisik; makan, minum dll), melainkan hal-hal yang lembut dan batiniah seperti lembutnya tarikan nafas yang keluar masuk hidung yang setiap hari kita hirup, harus juga kita tahan, bila kita jabarkan lebih luas puasa tidak hanya menahan hal-hal yang membatalkan puasa saja, tetapi juga menahan kebiasan-kebiasan setiap hari yang bersifat batiniah dan ukhrowi. Dalam kacamata ini puasa lebih bersifat latihan rasa yang mencakup dimensi batiniah, maka tidak heran dalam jarwa dhosok bahasa Jawa poso berarti “ngempet roso” ada juga yang mengartikan “ngeposke roso” yang mempunyai makna memberhentikan rasa. Dengan pemaknaan puasa Ramadan yang lebih dimaknai “olah rasa” yang bersifat batiniah melalui tradisi megengan ulama terdahulu mengajarkan kita untuk memaknai puasa Ramadan sebagai ritual yang sakral dengan cara menggelar tradisi megengan.

Bila kita telisik lebih jauh ulama-ulama salafus sholihin mempunyai visi jauh kedepan yang dikemas dalam tradisi megengan ini, puasa Ramadan tidak hanya dimaknai sebagai sebuah panggilan agama saja yang menganjurkan pemeluknya untuk menahan lapar, haus dan hal-hal yang bisa membangkitkan syahwat lebih daripada itu masyarakat mempunyai panggilan sosial dan budaya bahwa puasa tidak hanya ritual pribadi saja, selain itu juga mempunyai implikasi sosial. Pada saat ulama sekarang dengan bangga menggunakan istilah “transformasi agama; dari kesalehan individu menuju kesalehan sosial”, ulama terdahulu tanpa bahasa yang dakik-dakik sudah lari melampauinya menjadikan Ramadan sebagai sebuah fenomena budaya melalui tradisimegengan yang sudah diterima masyrakat. Dengan demikian tradisi megengan sebagai sebuah fenomena budaya di masyarakat dapat dilihat sebagai penjelmaan dari nilai ruhani Islam yang sudah melembaga dalam masyarakat menjadi ritus budaya. Wallahu ‘alam bishowab.

• penulis adalah alumni pesantren mahasiswa Al-hikam Malang dan alumni fakultas sastra universitas Negeri Malang.
Selengkapnya...